Kamis, 24 Mei 2012

MAKALAH ku




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

         Islam menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan menguburkannya.
        
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya, memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu kifayah.
        
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga. Bagaimana sikap seorang mukmin jika ada muslim lain yang baru saja meninggal dunia? Bagaimana cara memandikan jenazah ? Akan berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan jenazah itu.
        
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah selanjutnya akan dipaparkan secara terperinci insya Allah tentang penyelenggaraan jenazah. Di dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang dikerjakan dalam penyelenggaraan jenazah dan juga doa-doa yang diucapkan dari pemandian hingga pemakaman.

 
  



























A.     MENGURUS MAYAT

Mengurus jenazah orang Islam, merupakan fardhu kifayah, yakni apabila sudah dikerjakan oleh sebahagian dari orang Islam yang lain, maka yang lainnya tidak berdosa, akan tetapi apabila tidak seorang pun yang mengerjakan kewajipan tersebut, maka semua orang Islam dalam satu kampung atau kawasan tersebut akan berdosa.
        Namun dalam keadaan sekarang ini, kesedaran di kalangan generasi muda untuk melaksanakan tanggung jawab ini amat tipis sekali. Ramai dari generasi muda yang tidak tahu cara-cara menguruskan jenazah dan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada jenerasi yang lebih tua dari mereka untuk melaksanakannya. Bayangkanlah suatu hari nanti ayah atau ibu kita meninggal dunia. Tergamakkah kita membiarkan orang lain menguruskannya sedangkan diri kita hanya melihat tanpa sebarang ilmu.

Yang wajib dilakukan  untuk mengurus mayat ada empat yaitu:
·        Memandikannya ,
·        Mengkafani atau membungkusnya,
·        Menyalatkan dan,
·        Menguburkan.


Penjelasan:

1.            Apabila tubuh mayat terpendam dan sulit diangkat, tidak wajib di shalatkan.
2.            Mengenai keguguran adalah sebagai berikut:
·        Apa bila janin keluarnya kurang dari enam bulan sedangkan sudah ada tanda-tanda hidup seperti, bergerak, bernafas sebagainya, maka hukumnya seperti mayat biasa. Bila tidak ada tanda-tanda hidup, maka ia harus dimandikan, dibungkus dan dikubur wajib dishalatkan.
·        Apabila janinkeluarnya sudah dikandunglebih dari enam bulan, hukumnya seperti mayat biasa meskipun lahirnya sudah meninggal.



B.MEMANDIKAN MAYAT

Memandikan mayat itu minimal membasahi seluruh badannya dengan air dan paling utama ialah, mencuci lubang belakan dan depannya, menghilangkan kitoran dari hidung, mewdui, menggosok badan dengan pohon bidara (sabun, kapur, dan cendana) dan membasuh badannyadengan air tiga kali.

Alat-alat yang dipergunakan untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
- Kapas
- Dua buah sarung tangan untuk petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi petugas
- Gunting untuk memotong pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk dan  Minyak wangi





2. Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir darinya.
                  3. Cara memandikan jenazah
·        Seorang petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya. Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat besar. Kemudian petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk membersihkan kotoran-kotoran yang keluar Petugas yang memandikan jenazah hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke atas.
·        Seandainya mayat tidak bias dimandikan karena mati terbakar dan sebagainya, boleh dengan ditanyamumi. Seandainya mayat laki laki tidak ada yang memandikan kecuali ada perempuan yang bukan mahram, maka tayamumi saja dengan kain penyapu, demikian pula sebaliknya.
·        Mengenai mayat yang belum di khitan, wajib mencuci bagian dalam kulupnya, menurut pendapat yang lebih sah, menurut Syekh Ubadi dibolehkan tidak dicuci dan tidak perlu dipaksakan.
·        Tertib memandikan:
-         Membersihkan jenazah dari Nazis,
-         Mewhudukan jenazah,
-         Memandikan jenazah tiga atau lima basuhan,
-         Memandikan jenajah dengan wangi-wangian,
-         Mengiringkan jenazah yang telah dimandikan dengan handuk
-         Merahasiakan cacat tubuh jenazah.


Faedah

- Apabila masih keluar kotoran (seperti: tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali. Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.

- Apabila si mayit meninggal dunia dalam keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat menunaikan haji.

- Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian pula mereka tidak perlu dishalatkan.

- Janin yang gugur, bila telah mencapai usia 4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.

- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan kedua punggung telapak tangan si mayit.

-   Hendaklah petugas yang memandikan jenazah menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh si mayit dll.
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :


"Sahaja aku memandikan jenazah (lelaki) kerana Allah Taala"

Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :


"Sahaja aku memandikan jenazah (perempuan) kerana Allah Taala"
4.  Telentangkan mayat, siram atau basuh dari kepala hingga hujung kaki 3 kali dengan air bersih.
5.  Siram sebelah kanan 3 kali.
6.  Siram sebelah kiri 3 kali.
7.  Kemudian mengiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah belakang.
8.  Mengiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya pula.
9.  Telentangkan semula mayat, ulangi menyiram seperti bil. 13 hingga 17.
10.  Lepas itu siram dengan air kapur barus.
11.  Lepas itu wudukkan mayat.

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :


"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t"
 


"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t"
Cara mewudukkan jenazah ini iaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu bermula dari muka dan akhir sekali pada kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh perempuan.


12.  Siram dengan air sembilan.
13. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkannya dengan baik dan sempurna hendaklah dilapkan menggunakan tuala pada seluruh badan mayat.
15.  Cawatkan bahagian kemaluan mayat dengan cawat yang disediakan.
16.  Lepas itu usung dengan menutup seluruh anggotanya.
18.  Segala apa-apa yang tercabut dari anggota mayat, hendaklah dimasukkan ke dalam kapan berama (Contoh : rambut, kuku dll).
19.  Dengan ini selesailah kerja memandikan mayat dengan sempurnanya.


-----------------------------------------------------------------------------------------------
Syekh Salim ibnu Samir Al-Hadhrami, ILMU FIQIH, (Bandung, Sinar Baru Algensindo: 1997) hal, 56
Rahmani,Haidir Ali, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Surabaya, Toha Putra) hal, 176
Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 359 -- 372.


C. MENGKAFANI ATAU MEMBUNGKUS JENAZAH
                       Mengkafani jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah.
Untuk kain kafan, kita mengutamakan membelinya terlebih dahulu dari harta pribadinya, sebelum kita gunakan untuk melunasi hutang dan tanggungannya yang lain. Jika si mayit tidak memiliki harta, maka kita mengambil uang untuk membeli kain kafan itu dari orang yang wajib menafkahinya, yaitu pada saat tak ada seorangpun yang berderma untuk membelikan kain kafan buat si mayit.

Petunjuk Rasulullah SAW.:
a.       mengkafani jenazah dengan baik,
Sabda Rasulullah SAW,:


“Jika seorang diantara kalian mengkafani saudaranya, maka kafanilah dia dengan baik.”(HR ahmad,muslim dan abu daud)
b.      mengkafani jenazah dengan kain putih
Sabda Rasulullah SAW,:

“Berpakaianlah dengan kain putih dari pakaian kalian karena itulah sebaik-baiknya pakaianmu. Dan kafanilah jenazah-jenazah dengan kain putih.” (HR khamsah, salam nasai : disahihkan tirmidzi)
Jenazah seorang lelaki, dikafani dengan tiga lembar kain putih dari katun atau semisalnya. Lalu sebagian kain itu dibentangkan atas sebagian yang lain. Dan sebelumnya kain-kain itu sudah disemprot dengan air, kemudian diasapi dengan semisal kayu gaharu.

Bagian paling atas sendiri, kita taruh kain yang terbaik. Lalu kita menebar harum-haruman diantara kain yang atas ini, dan memberi parfum pada setiap lembar kain-kain tersebut.

Setelah itu si mayit diletakkan di atasnya, kita mengambil sedikit harum-haruman lalu ditaruh pada kapas dan diletakkan diantara kedua pantatnya. Kemudian kita mengikatnya dari atas dengan kain yang terbelah ujungnya, seperti bentuk celana dalam, yang bisa mengikat erat antara dua pantat dan kandung kemihnya.

Harum-haruman yang masih tersisa kita letakkan pada setiap lobang yang ada pada wajah dan anggota-anggota wudhunya. Jika kita mengharumi seluruh tubuhnya, maka itu lebih baik.

Setelah itu kain paling atas, yang ada di sebelah kanan mayit, ditutupkan pada bagian kirinya. Dan kain yang disebelah kiri ditutupkan pada bagian kanannya. Kemudian seperti itu pula kita lakukan pada kain kedua dan ketiga. Dan kita menjadikan kain yang banyak lebihnya ada di bagian kepala. Lalu bagian tengah setiap kain itu kita ikat. Ikatan itu baru dibuka kembali saat jenazah dimasukkan dalam kuburan. Kita juga dibolehkan, jika mengkafani jenazah lelaki dengan baju, sarung dan selembar kain.
                 
Adapun yang disunnahkan pada jenazah seorang wanita, ia harus dikafani dalam lima kain. Sarung untuk menutupi aurat, kerudung untuk menutup kepala, baju gamis yang dilobangi tengahnya untuk memasukkan kepala dari lobang tersebut, kemudian dua lembar kain yang ukurannya seperti kain kafan jenazah lelaki.

Sedangkan yang wajib untuk kafan jenazah laki-laki dan perempuan, adalah satu lembar kain yang bisa menutupi seluruh tubuhnya.
 -------------------------------------------------------------------------------------------
H.E. Hassan, Kajian FIQIH dan FIQIH Kontenkorer, (Jakarta, PT Raja Grapindo: 2008) hal,232
Syekh Salim ibnu Samir Al-Hadhrami, ILMU FIQIH, (Bandung, Sinar Baru Algensindo: 1997) hal,58


D.MENYALATKAN JENAZAH

A.        Pengetian Shalat jenazah

Shalat Jenazah  merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.
                       
                  B.     Hukum shalat jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup. Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yg lain. Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan sebagaimana akan kami sebutkan. Dari Salamah bin Al-Akwa:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلاَ كْوَ عِ : كُنَّا جُلُوْ سًا عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِ ذْ اُ تِىَ بِجَنَا زَ ةٍ قَا لَ : صَلُّوْ ا عَلَى صَا حِبِكُمْ. رواه البخا رى.
Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’(riwayat Bukhari)
                  C.    Keutamaan Shalat Jenazah
Imam  Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Khabab , ia berkata bahwasanya Rasullah bersabda :
مَنْ تَبِعَ جَنَا زَةً وَصَلَّللى عَاَيْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طٌ وَ مَنْ تَبِعَهَا حَتَّى يُفْرَ غَ مِنْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طَا نِ, أَ صْغَرَ هُمَا مِثْلُ أُحُدٍ أَ و      ْ
 أَ حَدَهُمَا مِثْلُ أُحُد
“ Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa mengantar jenazah samapai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath. Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda :
 مَنْ خَرَ جَ مَحَ جَنَا زَ ةٍ مِنْ بَيْتِهَا وَ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ تَبِعهَا حَتَّلى تُدْ فَنَ.كَانَ   لَهُ قِيْرَ ا طَا نِ مِنْ أَ جْرٍ,كُلُّ قِيْرَ ا طٍ مِثْلُ أُ حُدٍ, وَ مَنْ صَلَّى غَلَيْهَا ثُمَّ رَ
 جَعَ كَا نَ لَهُ مِثْلُ أُ حُدٍ
 “ Tidaklah seorang muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran mereka.”
                  D.    Syarat Shalat Jenazah
Shalatnya jenazah sebagaimana redaksi shalat lainnya. Shalat jenazah juga memilki beberapa syarat sebagaimana syarat dalam  melaksanakan shalat fardhu yaitu :
- Badannya suci, suci dari hadats kecil dan besar
- Menghadap ke kiblat
- Menutupi aurat
- Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani
1.      Letak mayat itu sebelah kiblat orang yang menyalatkan, kecuali kalau shalat itu dilaksanakan diatas kubur atau shalat gaib

Yang membedakan shalat jenazah dengan shalat fardhu adalah bahwa shalat jenazah tidak terikat waktu, shalat jenazah dilakukan kapan saja ketika jenazah tiba, bahkan dalam waktu yang dilarang pun dapat melaksankan shalat jenazah, menurut Imam Abu Hanifah dan Syafi’i. Menurut Imam Ahmad, Ibnu Mubarok dan Ishak berpendapat bahwa melaksanakan shalat jenazah saat matahari terbit, tepat berada diatas dan saat tenggelam, hukummnya makruh kecuali jika tubuh dikhawatirkan akan membusuk.
                  E.     Rukun Shalat Jenazah
1.      Niat
Allah SWT berfirman,

“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.”(Al-Bayyinah:5).
Niat letaknya ada dalam hati, karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak diharuskan membaca bacaan shalat jenazah.
                        2.      Berdiri bagi yang mampu
Dalam pandangan mayoritas ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah. Maka, jika ada yang melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya tidak sah, karena ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu berdiri. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu Tsaur. Dan dalam hal ini, tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima pendapat yang pertama.
3.      Takbir sebanyak empat kali.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan emapt takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishak.
Mengangkat dua tangan saat takbir
Mengankat dua tangan saat shalat jenazah kecuali hanya pada takbir pertama.Karenanya, takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam shalat selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah tidak dikenal takbiratul intiqal (takbir yang menandakan perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain).
4.      Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli hadist).
5.      Membaca shalawat atas Rasulullah SAW
Imam syafi’i berkata, sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu memberitahukan kepadanya bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama. Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Dan membaca doa untuk jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan keikhlasan.
6.      Doa kepada jenazah
Membaca doa setelah shalat jenazah itu merupakan rukunnya.Dari HR.Muslim berkata, Rasulullah bersabda :

ا للَّهُمَّ ا غْفِرْ لَهُ وَ ا رْحَمْهُ وَعَا فِهِ وَأَكْرِ مْ نُزُ لَهُ وَوَسَّعْ مُدْ خَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍوَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّ نَسِ وَأَ بْدِ لْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَأَ هْلاً خَيْرًا مِنْ أَ هْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرً ا مِنْ زَ وْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِوَعَذَابَالنَّارِ                                                                                     “ Ya Allah, ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka.”
                        7.      Membaca doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah takbir ketiga, berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam dari Abdullah bin Aufa.Imam syafi’i berkata, setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca doa,
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِ مْنَا أَ جْرَ هُ وَ لاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَاوَلَهُ
Ya Allah, jangalah Engkau halangi (tutupi) kami dari mendaptkan ganjarannya, janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia”(Riwayat Hakim).
Ibnu Abu Hurairah berkata, orang-orang masa dulu setelah takbir keempat sering kali membaca.

 “ Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”  inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.”(Al- Baqarah;201).s
8.      Salam
Ibnu Mas’ud berkata, salam dalam shalat jenazah sama halnya dengan salam dalam shalat yang lain. Adapun lafal salam yang paling sederhana adalah “as-Salamualaikum Warahmatullahhiwabara’katuh.”

F.     Cara Menyalati Jenazah
Posisi imam saat menyalati jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang diajarkan Rasulullah saw. Bagi imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah hendaknya berada persis di bagian kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan, hendaknya imam berada di bagian tengah (perut).
Sebagai landasan atas hal ini adalah sebuah hadits yang bersumber dari Anas ra.bahwasanya ada seseorang yang melakukan shalat tepat dibagian kepalanya. Setelah jenazahnya dipangkat, kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan dan ia merubah posisinya tepat di bagian tengah jenazah.(HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
G.    Hukum menyalati orang yang mati syahid
Syahid adalah orang yang meninggal dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat peperangan. Ada beberapa hadits yang dengan jelas menyatakan bahwa orang yang syahid tidah perlu dishslati. Di antaranya adalah;
1.                        Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bahwasannya Rasulullah saw.memerintahkan untuk mengebumikan para sahabat yang meninggalkan dunia saat perang Uhud dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalati.
2.                  Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmmidzi meriwayatkan dari Anas ra.bahwasannya mereka yang syahid di bukit Uhud tidak dishalati , jenazahnya langsung dikebumikan dengan darahnya dan juga tidak dimandikan.
Adapun juga beberapa hadist yang menjelaskan bahwa jenazah para syuhada tetap dishalati. Di antaranya adalah:
1.                        Imam Bukhari meriwayatkan dari Uqbah bin Amar bahwasannya rasulullah saw.pernah keluar lalu beliu melakukan shalat untuk mereka      yang gugur dibukit Uhud sebagaimana beliu shalat jenazah setelah delapan tahun berlalu layaknya orang yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup ataupun orang yang sudah meninggal dunia.
2.                        Dari Abu Malik al-Ghifari, ia berkata, “mereka yang terbunuh pada saat perang Uhud sebanyak sembilan orang, sepuluh dengan Hamzah. Mereka dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di datangkan sembilan jenazah yang lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada tempat semula.
Malik kamal bin as-Sayyid Salim,Shahih Fiqih Sunnah,(Jakarta, Pustaka at-Tazkia : 2006) hal, 234-235
Nasiruddin Al-Albani,Muhammad, Fiqih Sunnah, jilid 2(Jakarta,PT Cakrawala : 2008) hal, 97-99
Rasyid Sulaiman, Fiqih Islam,(Bandung,PT Sinar Baru Algensindo : 1986) hal,56
                       
                        E. MENGKUBURKAN JENAZAH
                        1. Hukum Mengubur Jenazah
Hukum mengubur mayat adalah wajib, sekalipun mayat seorang kafir, berdasarkan sabda Nabi saw. kepada Ali bin Abi Thalib r.a. ketika Abu Thalib meninggal dunia, "(Wahai Ali), pergilah lalu kuburlah ia!"
(Shahih: Shahih Nasa'i no:1895, dan Nasa'i IV:79).
Adalah sunnah Nabi saw. mengubur mayat di pemakaman, sebab Nabi tidak pernah mengubur jenazah kecuali di pekuburan Baqi', seperti yang telah diriwayatkan secara mutawatir. Tidak pernah diriwayatkan dari seorang salafpun, bahwa Rasulullah pernah mengubur jenazah di selain pemakaman umum, kecuali Nabi saw.  sendiri yang dikebumikan di dalam kamarnya, dan ini termasuk pengecualian baginya, seperti yang ditegaskan oleh hadits Aisyah r.a. ia berkata, "Tatkala Rasulullah SAW wafat, para sahabat berbeda pendapat perihal penguburannya, lalu berkatalah Abu Bakar r.a. "Aku pernah mendengar dan Rasululah saw. wejangan yang tidak pernah kulupakan, yaitu beliau bersabda, "Setiap Nabi yang diwafatkan oleh Allah pasti dikebumikan di lokasi yang beliau sukai dikubur padanya."Maka kemudian para sahabat mengubur Rasulullah di tempat pembaringannya. (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:5649, dan Tirmidzi II : 242 no:1023).
Dan, dikecualikan dari hal tersebut adalah para syuhada yang gugur di medan perang, mereka dikebumikan di lokasi gugurnya, tidak usah dipindahkan dipemakaman umum. Hal ini didasarkan pada hadits dari Jabir r.a. berkata, tatkala terjadi perang Uhud, dibawalah para prajurit yang gugur agar dikebumikan di Baqi', maka berserulah seorang penyeru dari Rasulullah saw., "Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah memerintah kalian agar mengubur para syuhada' di tempat gugurnya." (Shahih: Shahih Nasa'i no:1893, ‘Aunul Ma'bud VIII: 446 no:3149, Nasa'i IV:79 dan Tirmidzi III: 130 no:1771). 
 2. Dilarang Mengubur Jenazah Dalam Beberapa Keadaan Darurat Berikut Ini, Kecuali Dalam Kondisi Darurat
a. Pada tiga waktu terlarang, dari Uqbah bin Amir r.a.,  ia berkata "Ada tiga waktu Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari tegak berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari menjelang terbenam hingga tenggelam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1233, Muslim I:568 no:831, ‘Aunul Ma'bud VII: 481 no:3176, Tirmidzi II:247 no:1035, Nasa'i I:275 dan Ibnu Majah I: 486 no:1519). 
b. Di kegelapan Malam
Dari Jabir r.a. ia berkata, "Bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi SAW mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali orang yang karena terpaksa melakukannya. (Shahih: Shahih Nasa'i no:1787, Muslim II:651 no:943, ‘Aunul Ma'bud VIII : 423 no:3132, Nasa'i IV:33 tanpa lafadz, "GHAIRI THAA-IL (tidak cukup menutupi seluruh badan). 
Manakala diharuskan melakukan pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Bahwa Rasulullah saw.  pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam kubur." (Hasan : Ahlamul Janaiz hal.141 dan Tirmidzi II: 260 no:1063).
3. Wajib Mendalamkan, Melapangkannya Dan Membaguskan Liang Lahat
Dari Hisyam bin Amri r.a. bertutur, sesuai perang Uhud, banyaklah yang gugur dari kaum muslimin dan banyak pula prajurit yang luka-luka. Kemudian kami bertanya, "Ya Rasulullah, untuk menggali lubang bagi setiap korban tentu berat bagi kami, lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Maka, Rasulullah bersabda "Galilah lubang, lebarkanlah, perdalamkanlah, baguskanlah, dan kebumikanlah dua atau tiga mayat dalam satu kubur, dan dahulukanlah di antara mereka, orang yang paling menguasai al-Qur'an! Maka adalah ayahku satu diantara tiga dari mereka yang paling banyak menguasai al-Qur'an. Maka ia pun didahulukan." (Shahih: Ahlamul Janaiz hal.146, Nasa'i IV:80, ‘Aunul Ma'bud IX: 34 no:3199, Tirmidzi III:128 no : 1766).
Diperbolehkan dalam membuat lubang kubur berbentuk lahat atau syaqqu (belahan) (Dalam posisi mendatar untuk penahan tanah timbunan agar tidak langsung mengenai tubuh jenazah, Periksa Kitab Jenazah hal.132 oleh K.H. Nadjih Ahjad, terbitan Bulan Bintang Jakarta (Pent.), sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada era Nabi saw.  namun yang pertama yang lebih afdhal.
Dari Anas bin Malik saw. berkata, "Tatkala Nabi saw. wafat, di Madinah ada seorang laki-laki yang dikenal pandai membuat lubang kubur berbentuk lahad dan ada seorang lagi yang dikenal ahli membuat lubang kubur berbentuk(makam). Para sahabat berunding, lalu mengatakan, "Sebaiknya kita shalat istikharah, lalu kita datangkan keduanya, maka mana yang lebih cepat datang, kita tinggalkan yang lain." Kemudian para sahabat sepakat memanggil keduanya, ternyata penggali lubang kubur yang berbentuk lahatlah yang datang lebih dahulu. Maka kemudian mereka menggali lubang kubur berbentuk lahad untuk Nabi saw.." (Sanadnya hasan: Ibnu Majah I: 496 no: 1557).
Hendaklah yang mengurusi dan yang menurunkan mayat ke liang lahad adalah kaum laki-laki, bukan kaum wanita, sekalipun jenazah yang dikebumikan adalah perempuan. Sebab itulah yang berlaku sejak masa Nabi saw. dan yang dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini.
Sanak kerabat sang mayat  lebih berhak menguburnya, berdasar firman Allah:
"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam kitab Allah." (QS. Al-Ahzab:6)
Dari Ali r.a. ia berkata: Aku telah memandikan Rasulullah saw. lalu aku perhatikan dengan seksama apa yang sering ada pada mayat, maka aku tidak dapatkan sesuatu sekecil apapun pada tubuhnya. Rasulullah saw. sangat baik jasadnya di kala hidup hingga meninggal dunia.:" Dan, di samping para sahabat pada umumnya yang ikut serta memasukkan ke dalam kubur dan menguburnya, ada empat orang, Ali, al-Abbas, al-Fadhal, dan Shalih, bekas budak Rasulullah saw.. Dan telah digalikan liang lahat untuk Rasulullah dan ditegakkan bata di atasnya. (Sanad Shahih: Mustadrak Hakim I:362 dan Baihaqi IV: 53)
            Suami boleh menangani sendiri pemakaman isterinya. Berdasar hadits dari Aisyah r.a. ia berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah saw. datang dari mengantarkan jenazah masuk ke rumahku, lalu aku berkata, "Ya Rasulullah aku sakit kepala", lalu Rasulullah bersabda, "Aku benar-benar ingin engkau meninggal dunia ketika aku masih hidup, sehingga aku bisa mengurusi jenazahmu dan menguburmu..." (Shahih: al-Fathur  Rabbani VI: 144, Fathul Bari dengan redaksi yang hampir sama X : 101-102 dan Muslim VII: 110 serta dalam Ahlamul Janaiz oleh Syaikh al-Albani).
Namun yang demikian dipersyaratkan apabila sang suami tidak berhubungan badan dengan isterinya pada malam harinya. Manakala telah menjima' isterinya, maka tidak dibolehkan baginya mengubur jenazah isterinya. Bahkan lebih diutamakan orang lain yang menguburnya, walaupun bukan mahramnya dengan persyaratan tersebut. Hal ini berdasar hadits.
Dari Anas r.a ia berkata, kami pernah menyaksikan (pemakaman) puteri Rasulullah saw., sedangkan Rasulullah duduk di atas kuburan, saya lihat kedua matanya meneteskan air mata, kemudian Rasulullah saw. bertanya, "Adakah di antara kalian yang tadi malam tidak berjima' dengan isterinya?" Maka Abu Thalhah berkata : "Saya wahai Rasulullah." sabda Beliau (lagi), "Kalau begitu turunlah" kemudian Abu Thalhah turun ke dalam liang kuburnya. (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 149 dan Fathul Bari III : 208 no: 1342).
Menurut  sunnah  Nabi saw. memasukkan mayat dari arah kaki berdasar hadits, dari Abu Ishaq r.a. ia berkata, Al-Harist telah mewasiatkan sebelum meninggal dunia agar dishalati oleh Abdullah bin Zaid. Dan, Abdulullah menshalatkannya, kemudian memasukkan jenazah al-Harist ke liang lahad dari arah kaki kubur. Ia berkata, "Ini termasuk sunnah Nabi saw.."  (Sanadnya Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 150 dan ‘Aunul Ma'bud XI : 29 no: 3195).
Hendaknya membaringkan sang mayat di dalam liang lahat dengan posisi lambung kanan di bawah dan menghadap ke arah kiblat, sementara kepala dan kedua kakinya menghadap ke arah kanan dan kiri kiblat. Inilah yang dipraktikkan ummat Islam sejak masa Rasulullah saw.  hingga masa kita sekarang ini.
Hendaknya orang meletakkan jenazah ke dalam liang kuburnya membaca, "BISMILLAHI WA ‘ALAA SUNNATI RASUULILLAAH." atau "BISMILLAHI WA'ALAA MILLATI RASUULILLAH."
"Dari Ibnu Umar r.a. Nabi saw. apabila memasukkan mayat ke dalam lubang kubur, beliau mengucapkan, "BISMILLAHI WA'ALAA SUNNATI RASUULILLAAH" (Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah)." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 152, Tirmidzi II: 255 no: 1051, Ibnu Majah I: 494 no: 1550).
Dan berdasar hadits dari al-Bayadhi r.a. dari Rasulullah saw., beliau bersabda, "Mayat, bila diletakkan di liang kuburnya, maka hendaklah orang-orang yang meletakkannya pada waktu menempatkannya ke dalam liang lahat mengucapkan, BISMILLAHI, WA BILLAAHI, WA'ALAA MILLATI RASULULLAH (Dengan menyebut nama Allah dan karena Allah serta mengikuti jejak Rasulullah SAW)." (Sanadnya Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 152 dan Mustadrak Hakim IL 366).
Dianjurkan bagi orang-orang yang hadir ke kuburan agar melemparkan tiga kali genggaman tanah dengan kedua tangannya usai penutupan liang lahatnya. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah menshalati jenazah, kemudian mendatangi kuburannya, lalu melemparkan tiga kali genggaman tanah dari arah bagian kepalanya." (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 751 dan Ibnu Majah I : 499 no: 1565). 
4.   Beberapa Hal Yang Disunnahkan Usai Pemakaman Mayat
a. Hendaknya kuburan ditinggikan sekedar sejengkal dari permukaan tanah, dan tidak diratakan dengan tanah agar diketahui dan bisa dibedakan dari yang lain sehingga tetap terpelihara dan tidak dihinakan. Berdasar hadits dari Jabi r.a. bahwa Nabi saw. telah dibuatkan liang lahad untuk beliau, lalu ditegakkan disamping lahad dengan bata dan ditinggikan kuburnya sejengkal dari permukaan tanah. (Sanadnya Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 153, Shahih Ibnu Hibban no: 2150 dan Baihaqi III: 410). 
b.Hendaknya gundukan tanah lebihan tersebut dibentuk seperti gunung, berdasar hadits, dari Sufyan at-Tammar r.a. ia berkata, "Saya melihat kubur Nabi saw. dibentuk seperti punuk." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 154, Fathul Bari III: 255 no:1390). 
c. Hendaknya memberi tanda pada makam dengan batu atau sejenisnya agar diketahui  dan  dijadikan tempat pemakaman bagi keluarganya. Berdasar hadits dari al-Muthalib bin Abi Wada'ah r.a. ia bercerita, tatkala Utsman bin Mazh'un meninggal dunia, maka dibawalah jenazah (ke makam), lalu dikebumikan. Setelah dikubur, Nabi saw. menyuruh seorang sahabat mencari batu, namun ternyata ia tidak mampu membawanya. Maka kemudian Rasulullah saw. sendiri yang datang mengambilnya sambil menyingsingkan lengan bajunya." Al-Muthalib melanjutkan ceritanya : Berkatalah orang yang memberitakan kepadaku dari Rasulullah saw.," Seolah-olah aku melihat putih kedua lengan Rasulullah saw. ketika Beliau menyingsingkan kedua lengan bajunya. "Kemudian Beliau mengambil batu itu dan meletakkannya di bagian kepalanya lalu bersabda, "Dengan batu ini aku mengenal kuburan saudaraku dan aku akan mengubur di tempat ini (pula) ada dari kalangan keluarganya yang wafat." (Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 155 dan ‘Aunul Ma'bud IX:22 no: 3190).
d. Hendaklah salah seorang (do'a ini dipimpin sebagaimana yang banyak dilakukan di masyarakat, akan tetapi masing-masing berdo'a) berdiri disamping kuburannya untuk memohonkan ampunan bagi si mayyit dan keteguhan hati, dan menyuruh kepada hadirin agar melakukan hal yang sama. Berdasarkan Hadits Nabi saw., "Dari Utsman bin Affan r.a. berkata,  Adalah Nabi saw. apabila selesai memakamkan jenazah, berdiri di samping kuburnya sambil bersabda, "Mohon ampun (kepada Allah) untuk saudara kalian ini dan keteguhan hati untuknya, karena sekarang ia sedang ditanya (oleh malaikat)."(Shahihul Isnad: Ahkamul Janaiz hal. 156 ‘Aunul Ma'bud IX : 41 no: 3205).
Diperbolehkan duduk saat pemakaman dengan maksud mengingatkan hadirin akan kematian dan kehidupan sesudah mati. Berdasar hadits dari Al-Bara' bin ‘Azib r.a. bercerita: (Pada suatu hari), kami bersama Nabi saw.  mengantarkan jenazah seorang laki-laki dari kaum Anshar. Ketika kami sampai di makam dan mayat belum dimasukkan ke liang lahadnya, maka Rasulullah saw. duduk dan kami pun duduk disekelilingnya (dengan tenang) seolah-olah di atas kepala kami ada burung (yang bertengger). Di tangan Rasulullah ada sebatang kayu, lalu sambil menggores tanah lantas beliau mengangkat kepalanya, kemudian bersabda, "Hendaklah kalian berlindung kepada Allah dari siksa kubur." (Beliau mengucapkannya) dua atau tiga kali. Lalu Rasulullah berkata, "Sesungguhnya hamba yang beriman bila meninggal dunia dan sedang menuju akhirat, dan datanglah kepadanya para malaikat dari langit dengan raut wajah yang putih berseri-seri, seolah-olah raut wajah mereka bagaikan matahari (yang bersinar terang) dengan membawa kain kafan dan wangi-wangian dari surga hingga mereka duduk di tempat yang jauh sejauh mata memandang. Kemudian datanglah Malaikat maut hingga duduk persis di samping bagian kepalanya, lalu berkata, 'Wahai jiwa yang bersih, keluarlah engkau menuju ampunan Allah dan ridha-Nya!' Kemudian keluarlah jiwa tersebut, mengalir seperti mengalirnya tetesan air dari mulut bejana tempat minum. Kemudian malaikat maut itu memegang ruh yang bersih tersebut. Lalu ketika dipegang oleh malaikat maut, para malaikat yang lain tidak pernah membiarkannya berada di tangan malaikat maut walaupun sekejap mata hingga mereka langsung mengambilnya. Kemudian ruh itu dibungkus dengan kain kafan dan dilumuri dengan wangi-wangian dari surga itu. Kemudian keluarlah ia darinya laksana harum semerbaknya minyak kasturi yang menyelimuti seluruh permukaan bumi. Kemudian mereka membawanya naik ke atas, maka tidaklah mereka melewati sekelompok malaikat kecuali mereka bertanya, 'Roh yang baik ini, milik siapa?' Maka dijawab, 'Milik si fulan bin fulan,' dengan menyebutkan namanya yang sangat baik yang menyadi namanya ketika di dunia hingga mereka sampai di langit dunia (yang terdekat). Kemudian para malaikat yang membawa ruh itu minta dibukakan (pintu langit selanjutnya) untuk, lalu dibukakan (pintu) untuk mereka, sehingga seluruh penjaga dan penghuni langit ikut serta untuk mereka, sehingga seluruh penjaga dan penghuni langit ikut serta mengantarkannya ke langit yang dituju hingga tiba di langit ketujuh. Kemudian Allah SWT berfirman, "Simpanlah catatan amal harian hambaKu ini di "Illiyin" dan  kembalikanlah ia ke dunia, karena sesungguhnya dari tanah dan ke sana pula Aku akan mengembalikan mereka, dan dari bumi itu Aku akan mengeluarkan mereka sekali lagi. Lalu Rasulullah saw.  melanjutkan sabdanya, "Kemudian ruhnya dikembalikan ke jasadnya, tak lama kemudian datanglah dua malaikat lantas mendudukan mayat itu, lantas bertanya kepadanya, "Siapakah Rabbmu?" Jawabnya,  "Rabbku  Allah,"  Keduanya  bertanya  ( lagi )  kepadanya,  "Apakah agamamu," Jawabnya, "Agama saya Islam." Keduanya bertanya (lagi) kepadanya "Apakah orang ini pernah diutus ke tengah-tengah kalian?" Jawabnya "Ya, Beliau adalah utusan Allah" Keduanya bertanya (lagi) kepadanya "Ilmumu dari mana" Dijawab olehnya, "Saya dapat dari membaca Kitabullah, lalu aku membenarkannya dan beriman kepadanya." Kemudian berserulah seorang penyeru di langit, "Jawaban hamba-Ku ini tepat, maka persiapkanlah tempat tidur untuknya di surga, kenakanlah pakaian dari surta kepadanya, dan bukalah pintu masuk surga untuknya !" Tak lama kemudian datanglah kepadanya ruhnya dan wangi-wangian dan dilapangkanlah alam kubur untuknya sejauh mata memandang. Dan, datang (pula) kepadanya seorang laki-laki yang tampan rupawan, berpakaian bagus, dan harum semerbak, lalu bertutur kepada hamba yang berjiwa bersih itu,
"Bergembiralah dengan apa-apa yang menyenangkanmu, ini adalah hari yang dijanjikan dahulu kepadamu," Kemudian ia bertanya kepada orang yang berparas tampan itu, "Siapakah engkau sebenarnya?  "Wajahmu tampan rupawan datang (kepadaku) membawa segala macam kebaikan." Jawabnya "(Sebenarnya) aku adalah amal shalihmu." Maka ia berkata, "Wahai Rabbku, kiamatkanlah sehingga aku bisa kembali kepada keluargaku dan harta kekayaanku."
Al-Bara bin ‘Azib r.a. melanjutkan : Rasulullah saw. melanjutkan keterangannya, "Bahwasanya seorang yang kafir jika meninggal dunia dan sedang menuju alam akhirat, maka turunlah kepadanya sekelompok malaikat yang berwajah hitam legam dengan membawa kain berduri, lalu mereka duduk agak jauh dari mereka sejauh mata memandang. Tak lama kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk persis di samping kepalanya. Kemudian dia menyatakan kepada sang mayat kafir, "Wahai jiwa yang busuk, keluarlah untuk (menerima) murka dan amarah Allah!" Maka berserakanlah ruhnya ke sekujur jasadnya, lalu dicabutlah ruhnya sebagaimana dia mencabut besi pembakaran sate dari bulu yang basah, lantas ditangkap olehnya. Manakalah sang malaikat maut itu sudah memegang ruhnya, maka mereka tidak membiarkannya berada di tangan sekejap pun hingga mereka membungkusnya dengan kain kafan berduri itu. Kemudian   menyebarlah dari kain berduri tersebut bau bangkai yang amat sangat busuk yang ada di permukaan bumi. Kemudian para malaikan (yang mendampingi malaikat maut) itu membawa naik ruh orang kafir itu, maka setiap mereka melalui sejumlah malaikat, para malaikat yang dilewati itu bertanya. "Roh siapa yang busuk ini?" Jawab mereka, "Roh si fulan bin fulan", dengan menyebut namanya amat sangat buruk yang digunakan ketika di dunia, "hingga sampai di langit dunia. Kemudian mereka minta agar dibukakan pintu langit untuknya, namun pintu tidak dibukakan baginya." Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat, "Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka akan masuk surga hingga onta masuk lubang jarum." (Al-A'raaf: 40).
Maka kemudian Allah SWT berfirman,
"Wahai para malaikat, simpanlah catatan alam hariannya di dalam neraka Sijjin kerak bumi yang paling bawah!" Kemudian dilemparkan ruhnya dengan keras. Kemudian beliau membaca ayat, "Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ketempat yang jauh." (QS. Al-Hajj:31).
Kemudian sang ruh dikembalikan ke jasadnya semula, dan datanglah kepadanya dua orang malaikat, lalu mendudukannya kemudian bertanya kepadanya, "Siapakah Rabbmu? Jawabnya, "Hah, hah, aku tidak tahu," keduanya Bertanya (lagi), "Apa agamamu?" Dijawab, "Hah, hah, aku tidak tahu," Keduanya bertanya (lagi) kepadanya, "Apakah orang ini pernah diutus kepadamu ketika di dunia?" Jawabnya, "Hah, hah, saya tidak tahu." Maka ada suara dari langit mengatakan, "Dia berdusta. Karena itu gelarlah tempat tidur di nerakanya, dan bukalah untuknya satu pintu ke jurang neraka." Kemudian panas neraka dan angin panasnya datang kepadanya sehingga membuat alam kuburnya amat sempit baginya hingga membuat tulang rusuknya berantakan. Tak lama kemudian datanglah laki-laki yang buruk wajahnya, yang jelek pakaiannya, dan yang busuk baunya, lalu berkata kepadanya, "Bergembiralah dengan yang membuat kamu celaka. Ini adalah hari yang dijanjikan kepadamu." Kemudian mayat kafir itu bertanya kepadanya, "Siapa kamu (sebenarnya), wajahmu adalah wajah yang datang membawa kejelekan?" Jawab laki-laki tu, "Saya adalah amalanmu yang buruk." Kemudian sang mayat kafir itu berkata, "Rabbku, gagalkanlah hari kiamat itu," Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Rasulullah saw.  bersabda, "Kemudian datanglah kepadanya laki-laki buta, tuli, dan bisu dengan membawa tongkat besi, yang kalau dipukulkan ke gunung akan hancur menjadi debu. Maka kemudian ia memukul orang kafir itu dengannya hingga orang tersebut menjadi debu. Kemudian Allah kembalikannya ke bentuk semula. Lalu ia memukulnya sekali lagi hingga ia menjerit dengan jeritan yang di dengar oleh segala sesuatu, kecuali bangsa jin dan manusia." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 159, Al-Fathur Rabbani VII:74, ‘Aunul Ma'bud XIII:4727)
Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 359 -- 372.



FARDHU KIFAYAH TENTANG MAYIT
(MENGURUS MAYIT)
D
I
S
U
S
U
N
Oleh     :

Nama:HASONANGANHSBNPM: 1003002
Sem/Prodi: IV/Manajemen

STIE AL-HIKMAH MEDAN
T
T.P 2012-2013









Selasa, 22 Mei 2012

Batanggogar

Batanggogar adalah sebuah kampung yang dimana keberadaan batangggogar ini,  brada di langgapayung,labuhanbatu selatan. dan oknum-oknum di desa tersebut cukup memperhatikan pada kampung tersebut.