BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
menganjurkan ummatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga menganjurkan
ummatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit menghibur dan mendo’akannya.
Apabila seseorang telah meninggal dunia, hendaklah seorang dari mahramnya yang
paling dekat dan sama jenis kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan
terhadap jenazah, yaitu memandikan, mengkafani, menyembahyangkan dan
menguburkannya.
Menyelenggarakan jenazah, yaitu sejak dari menyiapkannya,
memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, membawanya ke kubur sampai
kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin
sebagai kelompok. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebahagian mereka
sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti sudah
terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama dinamakan fardhu
kifayah.
Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka mempelajari
ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan jenazah itupun
merupakan fardhu kifayah juga. Bagaimana sikap seorang mukmin jika ada muslim
lain yang baru saja meninggal dunia? Bagaimana cara memandikan jenazah ? Akan
berdosalah seluruh anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam
kelompok tersebut tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan
fardhu kifayah di sekitar penyelenggaraan jenazah itu.
Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah selanjutnya akan dipaparkan
secara terperinci insya Allah tentang penyelenggaraan jenazah. Di dalam makalah
ini akan dijelaskan hal-hal yang dikerjakan dalam penyelenggaraan jenazah dan
juga doa-doa yang diucapkan dari pemandian hingga pemakaman.
A. MENGURUS MAYAT
Mengurus jenazah orang Islam,
merupakan fardhu kifayah, yakni apabila sudah dikerjakan oleh sebahagian dari
orang Islam yang lain, maka yang lainnya tidak berdosa, akan tetapi apabila
tidak seorang pun yang mengerjakan kewajipan tersebut, maka semua orang Islam
dalam satu kampung atau kawasan tersebut akan berdosa.
Namun dalam keadaan sekarang ini, kesedaran di kalangan generasi muda untuk melaksanakan tanggung jawab ini amat tipis sekali. Ramai dari generasi muda yang tidak tahu cara-cara menguruskan jenazah dan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada jenerasi yang lebih tua dari mereka untuk melaksanakannya. Bayangkanlah suatu hari nanti ayah atau ibu kita meninggal dunia. Tergamakkah kita membiarkan orang lain menguruskannya sedangkan diri kita hanya melihat tanpa sebarang ilmu.
Namun dalam keadaan sekarang ini, kesedaran di kalangan generasi muda untuk melaksanakan tanggung jawab ini amat tipis sekali. Ramai dari generasi muda yang tidak tahu cara-cara menguruskan jenazah dan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada jenerasi yang lebih tua dari mereka untuk melaksanakannya. Bayangkanlah suatu hari nanti ayah atau ibu kita meninggal dunia. Tergamakkah kita membiarkan orang lain menguruskannya sedangkan diri kita hanya melihat tanpa sebarang ilmu.
Yang wajib dilakukan untuk mengurus mayat ada empat yaitu:
·
Memandikannya ,
·
Mengkafani atau membungkusnya,
·
Menyalatkan dan,
·
Menguburkan.
Penjelasan:
1.
Apabila tubuh mayat terpendam dan sulit diangkat, tidak
wajib di shalatkan.
2.
Mengenai keguguran adalah sebagai berikut:
·
Apa bila janin keluarnya kurang dari enam bulan
sedangkan sudah ada tanda-tanda hidup seperti, bergerak, bernafas sebagainya,
maka hukumnya seperti mayat biasa. Bila tidak ada tanda-tanda hidup, maka ia
harus dimandikan, dibungkus dan dikubur wajib dishalatkan.
·
Apabila janinkeluarnya sudah dikandunglebih dari
enam bulan, hukumnya seperti mayat biasa meskipun lahirnya sudah meninggal.
B.MEMANDIKAN MAYAT
Memandikan mayat itu minimal
membasahi seluruh badannya dengan air dan paling utama ialah, mencuci lubang
belakan dan depannya, menghilangkan kitoran dari hidung, mewdui, menggosok
badan dengan pohon bidara (sabun, kapur, dan cendana) dan membasuh
badannyadengan air tiga kali.
Alat-alat yang dipergunakan
untuk memandikan jenazah adalah sebagai berikut:
- Kapas
- Dua buah sarung tangan untuk
petugas yang memandikan
- Sebuah spon penggosok
- Alat penggerus untuk menggerus dan
menghaluskan kapur barus – Spon-spon plastik
- Shampo
- Sidrin (daun bidara)
- Kapur barus
- Masker penutup hidung bagi
petugas
- Gunting untuk memotong
pakaian jenazah sebelum dimandikan
- Air
- Pengusir bau busuk dan Minyak wangi
2. Menutup aurat si mayit
Dianjurkan menutup aurat si
mayit ketika memandikannya. Dan melepas pakaiannya, serta menutupinya dari
pandangan orang banyak. Sebab si mayit barangkali berada dalam kondisi yang
tidak layak untuk dilihat. Sebaiknya papan pemandian sedikit miring ke arah
kedua kakinya agar air dan apa-apa yang keluar dari jasadnya mudah mengalir
darinya.
3. Cara memandikan jenazah
·
Seorang
petugas memulai dengan melunakkan persendian jenazah tersebut. Apabila
kuku-kuku jenazah itu panjang, maka dipotongi. Demikian pula bulu ketiaknya.
Adapun bulu kelamin, maka jangan mendekatinya, karena itu merupakan aurat
besar. Kemudian petugas mengangkat kepala jenazah hingga hampir mendekati
posisi duduk. Lalu mengurut perutnya dengan perlahan untuk mengeluarkan kotoran
yang masih dalam perutnya. Hendaklah memperbanyak siraman air untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang keluar Petugas yang memandikan jenazah
hendaklah mengenakan lipatan kain pada tangannya atau sarung tangan untuk
membersihkan jasad si mayit (membersihkan qubul dan dubur si mayit) tanpa harus
melihat atau menyentuh langsung auratnya, jika si mayit berusia tujuh tahun ke
atas.
·
Seandainya mayat tidak bias dimandikan karena
mati terbakar dan sebagainya, boleh dengan ditanyamumi. Seandainya mayat laki
laki tidak ada yang memandikan kecuali ada perempuan yang bukan mahram, maka
tayamumi saja dengan kain penyapu, demikian pula sebaliknya.
·
Mengenai mayat yang belum di khitan, wajib
mencuci bagian dalam kulupnya, menurut pendapat yang lebih sah, menurut Syekh
Ubadi dibolehkan tidak dicuci dan tidak perlu dipaksakan.
·
Tertib memandikan:
-
Membersihkan jenazah dari Nazis,
-
Mewhudukan jenazah,
-
Memandikan jenazah tiga atau lima basuhan,
-
Memandikan jenajah dengan wangi-wangian,
-
Mengiringkan jenazah yang telah dimandikan dengan
handuk
-
Merahasiakan cacat tubuh jenazah.
Faedah
- Apabila masih keluar kotoran (seperti:
tinja, air seni atau darah) setelah dibasuh sebanyak tujuh kali, hendaklah
menutup kemaluannya (tempat keluar kotoran itu) dengan kapas, kemudian mencuci
kembali anggota yang terkena najis itu, lalu si mayit diwudhukan kembali.
Sedangkan jika setelah dikafani masih keluar juga, tidaklah perlu diulangi
memandikannya, sebab hal itu akan sangat merepotkan.
- Apabila si mayit meninggal dunia dalam
keadaan mengenakan kain ihram dalam rangka menunaikan haji atau umrah, maka
hendaklah dimandikan dengan air ditambah perasaan daun bidara seperti yang
telah dijelaskan di atas. Namun tidak perlu dibubuhi wewangian dan tidak perlu
ditutup kepalanya (bagi jenazah pria). Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam mengenai seseorang yang wafat dalam keadaan berihram pada saat
menunaikan haji.
- Orang yang mati syahid di medan perang tidak perlu dimandikan, namun
hendaklah dimakamkan bersama pakaian yang melekat di tubuh mereka. Demikian
pula mereka tidak perlu dishalatkan.
- Janin yang gugur, bila telah mencapai usia
4 bulan dalam kandungan, jenazahnya hendaklah dimandikan, dishalatkan dan
diberi nama baginya. Adapun sebelum itu ia hanyalah sekerat daging yang boleh
dikuburkan di mana saja tanpa harus dimandikan dan dishalatkan.
- Apabila terdapat halangan untuk memamdikan
jenazah, misalnya tidak ada air atau kondisi jenazah yang sudah tercabik-cabik
atau gosong, maka cukuplah ditayamumkan saja. Yaitu salah seorang di antara
hadirin menepuk tanah dengan kedua tangannya lalu mengusapkannya pada wajah dan
kedua punggung telapak tangan si mayit.
- Hendaklah petugas yang memandikan jenazah
menutup apa saja yang tidak baik untuk disaksikan pada jasad si mayit, misalnya
kegelapan yang tampak pada wajah si mayit, atau cacat yang terdapat pada tubuh
si mayit dll.
Lafaz niat
memandikan jenazah lelaki :
"Sahaja aku memandikan jenazah (lelaki)
kerana Allah Taala"
Lafaz niat
memandikan jenazah perempuan :
"Sahaja aku memandikan jenazah
(perempuan) kerana Allah Taala"
4. Telentangkan
mayat, siram atau basuh dari kepala hingga hujung kaki 3 kali dengan air
bersih.
5. Siram
sebelah kanan 3 kali.
6. Siram
sebelah kiri 3 kali.
7. Kemudian
mengiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah belakang.
8. Mengiringkan
mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya pula.
9. Telentangkan
semula mayat, ulangi menyiram seperti bil. 13 hingga 17.
10. Lepas
itu siram dengan air kapur barus.
11. Lepas
itu wudukkan mayat.
Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :
"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah
(lelaki) ini kerana Allah s.w.t"
"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah
(perempuan) ini kerana Allah s.w.t"
Cara mewudukkan jenazah ini iaitu dengan
mencucurkan air ke atas jenazah itu bermula dari muka dan akhir sekali pada
kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah
dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh perempuan.
12. Siram
dengan air sembilan.
13. Setelah
selesai dimandikan dan diwudukkannya dengan baik dan sempurna hendaklah
dilapkan menggunakan tuala pada seluruh badan mayat.
15. Cawatkan
bahagian kemaluan mayat dengan cawat yang disediakan.
16. Lepas
itu usung dengan menutup seluruh anggotanya.
18. Segala
apa-apa yang tercabut dari anggota mayat, hendaklah dimasukkan ke dalam kapan
berama (Contoh : rambut, kuku dll).
19. Dengan
ini selesailah kerja memandikan mayat dengan sempurnanya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Syekh Salim ibnu Samir Al-Hadhrami, ILMU FIQIH,
(Bandung, Sinar Baru Algensindo: 1997) hal, 56
Rahmani,Haidir Ali, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Surabaya, Toha Putra) hal,
176
Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi
Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam
dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil
(Pustaka As-Sunnah), hlm. 359 -- 372.
C. MENGKAFANI
ATAU MEMBUNGKUS JENAZAH
Mengkafani
jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah.
Untuk kain
kafan, kita mengutamakan membelinya terlebih dahulu dari harta pribadinya,
sebelum kita gunakan untuk melunasi hutang dan tanggungannya yang lain. Jika si
mayit tidak memiliki harta, maka kita mengambil uang untuk membeli kain kafan
itu dari orang yang wajib menafkahinya, yaitu pada saat tak ada seorangpun yang
berderma untuk membelikan kain kafan buat si mayit.
Petunjuk
Rasulullah SAW.:
a.
mengkafani jenazah dengan baik,
Sabda
Rasulullah SAW,:
“Jika seorang
diantara kalian mengkafani saudaranya, maka kafanilah dia dengan baik.”(HR
ahmad,muslim dan abu daud)
b.
mengkafani jenazah dengan kain putih
Sabda
Rasulullah SAW,:
“Berpakaianlah
dengan kain putih dari pakaian kalian karena itulah sebaik-baiknya pakaianmu.
Dan kafanilah jenazah-jenazah dengan kain putih.” (HR khamsah, salam nasai :
disahihkan tirmidzi)
Jenazah seorang lelaki, dikafani dengan tiga lembar kain
putih dari katun atau semisalnya. Lalu sebagian kain itu dibentangkan atas
sebagian yang lain. Dan sebelumnya kain-kain itu sudah disemprot dengan air,
kemudian diasapi dengan semisal kayu gaharu.
Bagian paling atas sendiri, kita taruh kain yang terbaik.
Lalu kita menebar harum-haruman diantara kain yang atas ini, dan memberi parfum
pada setiap lembar kain-kain tersebut.
Setelah itu si mayit diletakkan di atasnya, kita mengambil
sedikit harum-haruman lalu ditaruh pada kapas dan diletakkan diantara kedua
pantatnya. Kemudian kita mengikatnya dari atas dengan kain yang terbelah
ujungnya, seperti bentuk celana dalam, yang bisa mengikat erat antara dua
pantat dan kandung kemihnya.
Harum-haruman yang masih tersisa kita letakkan pada setiap
lobang yang ada pada wajah dan anggota-anggota wudhunya. Jika kita mengharumi
seluruh tubuhnya, maka itu lebih baik.
Setelah itu kain paling atas, yang ada di sebelah kanan
mayit, ditutupkan pada bagian kirinya. Dan kain yang disebelah kiri ditutupkan
pada bagian kanannya. Kemudian seperti itu pula kita lakukan pada kain kedua
dan ketiga. Dan kita menjadikan kain yang banyak lebihnya ada di bagian kepala.
Lalu bagian tengah setiap kain itu kita ikat. Ikatan itu baru dibuka kembali
saat jenazah dimasukkan dalam kuburan. Kita juga dibolehkan, jika mengkafani
jenazah lelaki dengan baju, sarung dan selembar kain.
Adapun yang disunnahkan pada jenazah seorang wanita, ia
harus dikafani dalam lima
kain. Sarung untuk menutupi aurat, kerudung untuk menutup kepala, baju gamis
yang dilobangi tengahnya untuk memasukkan kepala dari lobang tersebut, kemudian
dua lembar kain yang ukurannya seperti kain kafan jenazah lelaki.
Sedangkan yang wajib untuk kafan jenazah laki-laki dan
perempuan, adalah satu lembar kain yang bisa menutupi seluruh tubuhnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------
H.E. Hassan, Kajian FIQIH
dan FIQIH Kontenkorer, (Jakarta,
PT Raja Grapindo: 2008) hal,232
Syekh Salim ibnu Samir Al-Hadhrami, ILMU FIQIH,
(Bandung, Sinar Baru Algensindo: 1997) hal,58
D.MENYALATKAN
JENAZAH
A.
Pengetian Shalat jenazah
Shalat
Jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia.
B.
Hukum shalat jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua
orang muslim yg hidup. Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka
gugurlah kewajibannya dari yg lain. Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun
dan sunnah serta keutamaan sebagaimana akan kami sebutkan. Dari Salamah bin
Al-Akwa:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلاَ كْوَ عِ : كُنَّا جُلُوْ
سًا عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِ ذْ اُ تِىَ بِجَنَا
زَ ةٍ قَا لَ : صَلُّوْ ا عَلَى صَا حِبِكُمْ. رواه البخا رى.
Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada suatu saat
kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata
kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’(riwayat Bukhari)
C.
Keutamaan Shalat Jenazah
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah
dan Khabab , ia berkata bahwasanya Rasullah bersabda :
مَنْ تَبِعَ جَنَا زَةً وَصَلَّللى عَاَيْهَا
فَلَهُ قِيْرَ ا طٌ وَ مَنْ تَبِعَهَا حَتَّى يُفْرَ غَ مِنْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا
طَا نِ, أَ صْغَرَ هُمَا مِثْلُ أُحُدٍ أَ و ْ
أَ حَدَهُمَا مِثْلُ أُحُد
“ Siapa yang mengantar jenazah dan
menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa mengantar jenazah samapai selesai
(proses pemakaman), maka baginya dua qirath. Yang paling kecil adalah seperti
gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah
untuk menanyakan kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari
rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar.
Mendengar apa yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah
kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya
meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang
, Rasullah bersabda :
مَنْ خَرَ جَ مَحَ جَنَا زَ ةٍ
مِنْ بَيْتِهَا وَ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ تَبِعهَا حَتَّلى تُدْ فَنَ.كَانَ
لَهُ قِيْرَ ا طَا نِ مِنْ أَ جْرٍ,كُلُّ قِيْرَ ا طٍ مِثْلُ أُ حُدٍ, وَ
مَنْ صَلَّى غَلَيْهَا ثُمَّ رَ
جَعَ كَا نَ لَهُ مِثْلُ أُ حُدٍ
“ Tidaklah seorang muslim mati lalu
jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan
Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran mereka.”
D.
Syarat Shalat Jenazah
Shalatnya jenazah sebagaimana redaksi shalat
lainnya. Shalat jenazah juga memilki beberapa syarat sebagaimana syarat dalam
melaksanakan shalat fardhu yaitu :
- Badannya suci, suci dari hadats kecil dan besar
- Menghadap ke kiblat
- Menutupi aurat
- Dilakukan setelah mayat dimandikan dan dikafani
1.
Letak mayat itu sebelah kiblat orang yang menyalatkan,
kecuali kalau shalat itu dilaksanakan diatas kubur atau shalat gaib
Yang membedakan shalat jenazah
dengan shalat fardhu adalah bahwa shalat jenazah tidak terikat waktu, shalat
jenazah dilakukan kapan saja ketika jenazah tiba, bahkan dalam waktu yang
dilarang pun dapat melaksankan shalat jenazah, menurut Imam Abu Hanifah dan
Syafi’i. Menurut Imam Ahmad, Ibnu Mubarok dan Ishak berpendapat bahwa
melaksanakan shalat jenazah saat matahari terbit, tepat berada diatas dan saat
tenggelam, hukummnya makruh kecuali jika tubuh dikhawatirkan akan membusuk.
E.
Rukun Shalat Jenazah
1. Niat
Allah SWT berfirman,
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.”(Al-Bayyinah:5).
Niat letaknya ada dalam hati, karenanya
melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak diharuskan membaca bacaan shalat
jenazah.
2.
Berdiri
bagi yang mampu
Dalam pandangan mayoritas
ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah. Maka, jika ada yang
melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya tidak sah, karena
ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu berdiri. Pendapat ini
sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu Tsaur. Dan dalam hal ini,
tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya
tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada
juga yang mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima
pendapat yang pertama.
3. Takbir sebanyak empat
kali.
Imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah
SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan emapt takbir. Tirmizi berkata,
shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan para sahabat dan yang
lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah dengan takbir empat
kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu Mubarak, Syafi’I, Ahmad
dan Ishak.
Mengangkat dua tangan saat takbir
Mengankat dua tangan saat
shalat jenazah kecuali hanya pada takbir pertama.Karenanya, takbir diberlakukan
hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali jika berpindah dari rukun
satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam shalat selain shalat jenazah.
Sementara untuk shalat jenazah tidak dikenal takbiratul intiqal
(takbir yang menandakan perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain).
4. Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut
ahli hadist).
5. Membaca shalawat
atas Rasulullah SAW
Imam syafi’i berkata,
sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu memberitahukan kepadanya
bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat jenazah adalah hendaknya imam
takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama.
Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Dan membaca doa untuk
jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan keikhlasan.
6. Doa kepada jenazah
Membaca doa setelah shalat jenazah itu merupakan
rukunnya.Dari HR.Muslim berkata, Rasulullah bersabda :
ا للَّهُمَّ ا غْفِرْ لَهُ وَ ا رْحَمْهُ وَعَا
فِهِ وَأَكْرِ مْ نُزُ لَهُ وَوَسَّعْ مُدْ خَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ
وَبَرَدٍوَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ
الدَّ نَسِ وَأَ بْدِ لْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَأَ هْلاً خَيْرًا مِنْ أَ
هْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرً ا مِنْ زَ وْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِوَعَذَابَالنَّارِ
“
Ya Allah, ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya),
muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun,
bersihkan dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah
dibersihkan dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik
dan gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah
pasangannya dengan pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur
dan siksa neraka.”
7.
Membaca doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah
takbir ketiga, berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini
berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam dari Abdullah bin Aufa.Imam
syafi’i berkata, setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca
doa,
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِ مْنَا أَ جْرَ هُ وَ لاَ
تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَاوَلَهُ
“ Ya Allah, jangalah Engkau halangi (tutupi)
kami dari mendaptkan ganjarannya, janganlah Engkau beri kami fitnah
sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia”(Riwayat Hakim).
Ibnu Abu Hurairah berkata, orang-orang masa dulu
setelah takbir keempat sering kali membaca.
“
Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa
neraka” inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.”(Al-
Baqarah;201).s
8.
Salam
Ibnu Mas’ud berkata, salam dalam shalat jenazah
sama halnya dengan salam dalam shalat yang lain. Adapun lafal salam yang paling
sederhana adalah “as-Salamualaikum Warahmatullahhiwabara’katuh.”
F. Cara
Menyalati Jenazah
Posisi imam saat menyalati
jenazah perempuan dan lelaki. Diantara cara yang diajarkan Rasulullah saw. Bagi
imam dalam meyalati jenazah lelaki adalah hendaknya berada persis di bagian
kepala jenazah. Dan untuk jenazah perempuan, hendaknya imam berada di bagian
tengah (perut).
Sebagai landasan atas hal ini
adalah sebuah hadits yang bersumber dari Anas ra.bahwasanya ada seseorang yang
melakukan shalat tepat dibagian kepalanya. Setelah jenazahnya dipangkat,
kemudian di datangkan dengan jenazah perempuan dan ia merubah posisinya tepat
di bagian tengah jenazah.(HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah).
G. Hukum
menyalati orang yang mati syahid
Syahid adalah orang yang
meninggal dunia ditangan-tangan orang-orang kafir saat peperangan. Ada beberapa hadits yang
dengan jelas menyatakan bahwa orang yang syahid tidah perlu dishslati. Di
antaranya adalah;
1.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir bahwasannya
Rasulullah saw.memerintahkan untuk mengebumikan para sahabat yang meninggalkan
dunia saat perang Uhud dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak
dishalati.
2.
Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmmidzi meriwayatkan dari Anas
ra.bahwasannya mereka yang syahid di bukit Uhud tidak dishalati , jenazahnya
langsung dikebumikan dengan darahnya dan juga tidak dimandikan.
Adapun juga beberapa hadist yang menjelaskan
bahwa jenazah para syuhada tetap dishalati. Di antaranya adalah:
1.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Uqbah bin Amar
bahwasannya rasulullah saw.pernah keluar lalu beliu melakukan shalat untuk
mereka yang gugur dibukit Uhud
sebagaimana beliu shalat jenazah setelah delapan tahun berlalu layaknya orang
yang sedang berpamitan baik kepada orang yang masih hidup ataupun orang yang
sudah meninggal dunia.
2.
Dari Abu Malik al-Ghifari, ia berkata, “mereka yang
terbunuh pada saat perang Uhud sebanyak sembilan orang, sepuluh dengan Hamzah.
Mereka dihadapkan kepada Rasulullah saw.lalu di datangkan sembilan jenazah yang
lain, sementara jenazah Hamzah dibiarkan pada tempat semula.
Malik kamal bin as-Sayyid
Salim,Shahih Fiqih Sunnah,(Jakarta,
Pustaka at-Tazkia : 2006) hal, 234-235
Nasiruddin
Al-Albani,Muhammad, Fiqih Sunnah, jilid 2(Jakarta,PT
Cakrawala : 2008) hal, 97-99
Rasyid Sulaiman, Fiqih
Islam,(Bandung,PT Sinar Baru Algensindo : 1986) hal,56
E. MENGKUBURKAN JENAZAH
1. Hukum Mengubur Jenazah
Hukum mengubur mayat adalah
wajib, sekalipun mayat seorang kafir, berdasarkan sabda Nabi saw. kepada Ali
bin Abi Thalib r.a. ketika Abu Thalib meninggal dunia, "(Wahai Ali),
pergilah lalu kuburlah ia!"
(Shahih: Shahih Nasa'i no:1895, dan Nasa'i IV:79).
(Shahih: Shahih Nasa'i no:1895, dan Nasa'i IV:79).
Adalah sunnah
Nabi saw. mengubur mayat di pemakaman, sebab Nabi tidak pernah mengubur jenazah
kecuali di pekuburan Baqi', seperti yang telah diriwayatkan secara mutawatir.
Tidak pernah diriwayatkan dari seorang salafpun, bahwa Rasulullah pernah
mengubur jenazah di selain pemakaman umum, kecuali Nabi saw. sendiri yang
dikebumikan di dalam kamarnya, dan ini termasuk pengecualian baginya, seperti
yang ditegaskan oleh hadits Aisyah r.a. ia berkata, "Tatkala Rasulullah
SAW wafat, para sahabat berbeda pendapat perihal penguburannya, lalu berkatalah
Abu Bakar r.a. "Aku pernah mendengar dan Rasululah saw. wejangan yang
tidak pernah kulupakan, yaitu beliau bersabda, "Setiap Nabi yang
diwafatkan oleh Allah pasti dikebumikan di lokasi yang beliau sukai dikubur
padanya."Maka kemudian para sahabat mengubur Rasulullah di tempat
pembaringannya. (Shahih: Shahihul Jami'us Shaghir no:5649, dan Tirmidzi II :
242 no:1023).
Dan, dikecualikan dari hal
tersebut adalah para syuhada yang gugur di medan perang, mereka dikebumikan di lokasi
gugurnya, tidak usah dipindahkan dipemakaman umum. Hal ini didasarkan pada
hadits dari Jabir r.a. berkata, tatkala terjadi perang Uhud, dibawalah para
prajurit yang gugur agar dikebumikan di Baqi', maka berserulah seorang penyeru
dari Rasulullah saw., "Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah memerintah
kalian agar mengubur para syuhada' di tempat gugurnya." (Shahih: Shahih
Nasa'i no:1893, ‘Aunul Ma'bud VIII: 446 no:3149, Nasa'i IV:79 dan Tirmidzi III:
130 no:1771).
2.
Dilarang Mengubur Jenazah Dalam Beberapa Keadaan Darurat Berikut Ini, Kecuali
Dalam Kondisi Darurat
a. Pada tiga waktu terlarang, dari Uqbah bin Amir
r.a., ia berkata "Ada
tiga waktu Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur
jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari tegak
berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari menjelang terbenam
hingga tenggelam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:1233, Muslim I:568
no:831, ‘Aunul Ma'bud VII: 481 no:3176, Tirmidzi II:247 no:1035, Nasa'i I:275
dan Ibnu Majah I: 486 no:1519).
b. Di kegelapan Malam
Dari Jabir r.a. ia berkata, "Bahwa
Nabi saw. pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu
dikafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka
Nabi SAW mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati,
kecuali orang yang karena terpaksa melakukannya. (Shahih: Shahih Nasa'i
no:1787, Muslim II:651 no:943, ‘Aunul Ma'bud VIII : 423 no:3132, Nasa'i IV:33
tanpa lafadz, "GHAIRI THAA-IL (tidak cukup menutupi seluruh badan).
Manakala diharuskan melakukan
pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus
menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah
pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. berkata,
"Bahwa Rasulullah saw. pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada
malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam
kubur." (Hasan : Ahlamul Janaiz hal.141 dan Tirmidzi II: 260 no:1063).
3. Wajib Mendalamkan, Melapangkannya Dan
Membaguskan Liang Lahat
Dari Hisyam bin Amri r.a.
bertutur, sesuai perang Uhud, banyaklah yang gugur dari kaum muslimin dan
banyak pula prajurit yang luka-luka. Kemudian kami bertanya, "Ya
Rasulullah, untuk menggali lubang bagi setiap korban tentu berat bagi kami,
lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Maka, Rasulullah bersabda "Galilah
lubang, lebarkanlah, perdalamkanlah, baguskanlah, dan kebumikanlah dua atau
tiga mayat dalam satu kubur, dan dahulukanlah di antara mereka, orang yang
paling menguasai al-Qur'an! Maka adalah ayahku satu diantara tiga dari mereka
yang paling banyak menguasai al-Qur'an. Maka ia pun didahulukan."
(Shahih: Ahlamul Janaiz hal.146, Nasa'i IV:80, ‘Aunul Ma'bud IX: 34 no:3199,
Tirmidzi III:128 no : 1766).
Diperbolehkan dalam membuat
lubang kubur berbentuk lahat atau syaqqu (belahan) (Dalam posisi mendatar untuk
penahan tanah timbunan agar tidak langsung mengenai tubuh jenazah, Periksa
Kitab Jenazah hal.132 oleh K.H. Nadjih Ahjad, terbitan Bulan Bintang Jakarta
(Pent.), sesuai dengan kebiasaan yang berlaku pada era Nabi saw. namun yang
pertama yang lebih afdhal.
Dari Anas bin Malik saw.
berkata, "Tatkala Nabi saw. wafat, di Madinah ada seorang laki-laki yang
dikenal pandai membuat lubang kubur berbentuk lahad dan ada seorang lagi yang
dikenal ahli membuat lubang kubur berbentuk(makam). Para
sahabat berunding, lalu mengatakan, "Sebaiknya kita shalat istikharah,
lalu kita datangkan keduanya, maka mana yang lebih cepat datang, kita
tinggalkan yang lain." Kemudian para sahabat sepakat memanggil keduanya,
ternyata penggali lubang kubur yang berbentuk lahatlah yang datang lebih
dahulu. Maka kemudian mereka menggali lubang kubur berbentuk lahad untuk Nabi
saw.." (Sanadnya hasan: Ibnu Majah I: 496 no: 1557).
Hendaklah yang mengurusi dan
yang menurunkan mayat ke liang lahad adalah kaum laki-laki, bukan kaum wanita,
sekalipun jenazah yang dikebumikan adalah perempuan. Sebab itulah yang berlaku
sejak masa Nabi saw. dan yang dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini.
Sanak kerabat sang mayat lebih berhak
menguburnya, berdasar firman Allah:
"Dan orang-orang yang mempunyai hubungan
darah satu sama lain lebih berhak di dalam kitab Allah." (QS.
Al-Ahzab:6)
Dari Ali r.a. ia berkata: Aku
telah memandikan Rasulullah saw. lalu aku perhatikan dengan seksama apa yang
sering ada pada mayat, maka aku tidak dapatkan sesuatu sekecil apapun pada
tubuhnya. Rasulullah saw. sangat baik jasadnya di kala hidup hingga meninggal
dunia.:" Dan, di samping para sahabat pada umumnya yang ikut serta
memasukkan ke dalam kubur dan menguburnya, ada empat orang, Ali, al-Abbas,
al-Fadhal, dan Shalih, bekas budak Rasulullah saw.. Dan telah digalikan liang
lahat untuk Rasulullah dan ditegakkan bata di atasnya. (Sanad Shahih: Mustadrak
Hakim I:362 dan Baihaqi IV: 53)
Suami
boleh menangani sendiri pemakaman isterinya. Berdasar hadits dari Aisyah r.a.
ia berkata, pada suatu hari ketika Rasulullah saw. datang dari mengantarkan
jenazah masuk ke rumahku, lalu aku berkata, "Ya Rasulullah aku sakit
kepala", lalu Rasulullah bersabda, "Aku benar-benar ingin engkau meninggal
dunia ketika aku masih hidup, sehingga aku bisa mengurusi jenazahmu dan
menguburmu..." (Shahih: al-Fathur Rabbani VI: 144, Fathul Bari
dengan redaksi yang hampir sama X : 101-102 dan Muslim VII: 110 serta dalam
Ahlamul Janaiz oleh Syaikh al-Albani).
Namun yang demikian
dipersyaratkan apabila sang suami tidak berhubungan badan dengan isterinya pada
malam harinya. Manakala telah menjima' isterinya, maka tidak dibolehkan baginya
mengubur jenazah isterinya. Bahkan lebih diutamakan orang lain yang
menguburnya, walaupun bukan mahramnya dengan persyaratan tersebut. Hal ini
berdasar hadits.
Dari Anas r.a ia berkata, kami
pernah menyaksikan (pemakaman) puteri Rasulullah saw., sedangkan Rasulullah
duduk di atas kuburan, saya lihat kedua matanya meneteskan air mata, kemudian Rasulullah
saw. bertanya, "Adakah di antara kalian yang tadi malam tidak berjima'
dengan isterinya?" Maka Abu Thalhah berkata : "Saya wahai
Rasulullah." sabda Beliau (lagi), "Kalau begitu turunlah"
kemudian Abu Thalhah turun ke dalam liang kuburnya. (Shahih: Ahkamul Janaiz
hal. 149 dan Fathul Bari III : 208 no: 1342).
Menurut sunnah
Nabi saw. memasukkan mayat dari arah kaki berdasar hadits, dari Abu Ishaq r.a.
ia berkata, Al-Harist telah mewasiatkan sebelum meninggal dunia agar dishalati
oleh Abdullah bin Zaid. Dan, Abdulullah menshalatkannya, kemudian memasukkan
jenazah al-Harist ke liang lahad dari arah kaki kubur. Ia berkata, "Ini
termasuk sunnah Nabi saw.." (Sanadnya Shahih: Ahkamul Janaiz hal.
150 dan ‘Aunul Ma'bud XI : 29 no: 3195).
Hendaknya membaringkan sang
mayat di dalam liang lahat dengan posisi lambung kanan di bawah dan menghadap
ke arah kiblat, sementara kepala dan kedua kakinya menghadap ke arah kanan dan
kiri kiblat. Inilah yang dipraktikkan ummat Islam sejak masa Rasulullah saw.
hingga masa kita sekarang ini.
Hendaknya orang meletakkan
jenazah ke dalam liang kuburnya membaca, "BISMILLAHI WA
‘ALAA SUNNATI RASUULILLAAH." atau "BISMILLAHI WA'ALAA MILLATI
RASUULILLAH."
"Dari Ibnu Umar r.a. Nabi saw. apabila
memasukkan mayat ke dalam lubang kubur, beliau mengucapkan, "BISMILLAHI
WA'ALAA SUNNATI RASUULILLAAH" (Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti
sunnah Rasulullah)." (Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 152, Tirmidzi II: 255
no: 1051, Ibnu Majah I: 494 no: 1550).
Dan berdasar hadits dari
al-Bayadhi r.a. dari Rasulullah saw., beliau bersabda, "Mayat, bila
diletakkan di liang kuburnya, maka hendaklah orang-orang yang meletakkannya
pada waktu menempatkannya ke dalam liang lahat mengucapkan, BISMILLAHI, WA
BILLAAHI, WA'ALAA MILLATI RASULULLAH (Dengan menyebut nama Allah dan karena
Allah serta mengikuti jejak Rasulullah SAW)." (Sanadnya Hasan :
Ahkamul Janaiz hal. 152 dan Mustadrak Hakim IL 366).
Dianjurkan bagi orang-orang
yang hadir ke kuburan agar melemparkan tiga kali genggaman tanah dengan kedua tangannya
usai penutupan liang lahatnya. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah saw. telah menshalati jenazah, kemudian mendatangi kuburannya, lalu
melemparkan tiga kali genggaman tanah dari arah bagian kepalanya."
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 751 dan Ibnu Majah I : 499 no: 1565).
4. Beberapa Hal Yang
Disunnahkan Usai Pemakaman Mayat
a. Hendaknya kuburan ditinggikan sekedar
sejengkal dari permukaan tanah, dan tidak diratakan dengan tanah agar diketahui
dan bisa dibedakan dari yang lain sehingga tetap terpelihara dan tidak
dihinakan. Berdasar hadits dari Jabi r.a. bahwa Nabi saw. telah dibuatkan liang
lahad untuk beliau, lalu ditegakkan disamping lahad dengan bata dan ditinggikan
kuburnya sejengkal dari permukaan tanah. (Sanadnya Hasan : Ahkamul Janaiz hal.
153, Shahih Ibnu Hibban no: 2150 dan Baihaqi III: 410).
b.Hendaknya gundukan tanah lebihan tersebut
dibentuk seperti gunung, berdasar hadits, dari Sufyan at-Tammar r.a. ia
berkata, "Saya melihat kubur Nabi saw. dibentuk seperti punuk."
(Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 154, Fathul Bari III: 255 no:1390).
c. Hendaknya memberi tanda pada makam dengan batu
atau sejenisnya agar diketahui dan dijadikan tempat pemakaman bagi
keluarganya. Berdasar hadits dari al-Muthalib bin Abi Wada'ah r.a. ia
bercerita, tatkala Utsman bin Mazh'un meninggal dunia, maka dibawalah jenazah
(ke makam), lalu dikebumikan. Setelah dikubur, Nabi saw. menyuruh seorang
sahabat mencari batu, namun ternyata ia tidak mampu membawanya. Maka kemudian
Rasulullah saw. sendiri yang datang mengambilnya sambil menyingsingkan lengan
bajunya." Al-Muthalib melanjutkan ceritanya : Berkatalah orang yang
memberitakan kepadaku dari Rasulullah saw.," Seolah-olah aku melihat putih
kedua lengan Rasulullah saw. ketika Beliau menyingsingkan kedua lengan bajunya.
"Kemudian Beliau mengambil batu itu dan meletakkannya di bagian kepalanya
lalu bersabda, "Dengan batu ini aku mengenal kuburan saudaraku dan aku
akan mengubur di tempat ini (pula) ada dari kalangan keluarganya yang wafat."
(Hasan : Ahkamul Janaiz hal. 155 dan ‘Aunul Ma'bud IX:22 no: 3190).
d. Hendaklah salah seorang (do'a ini dipimpin
sebagaimana yang banyak dilakukan di masyarakat, akan tetapi masing-masing
berdo'a) berdiri disamping kuburannya untuk memohonkan ampunan bagi si mayyit
dan keteguhan hati, dan menyuruh kepada hadirin agar melakukan hal yang sama.
Berdasarkan Hadits Nabi saw., "Dari Utsman bin Affan r.a. berkata,
Adalah Nabi saw. apabila selesai memakamkan jenazah, berdiri di samping
kuburnya sambil bersabda, "Mohon ampun (kepada Allah) untuk saudara
kalian ini dan keteguhan hati untuknya, karena sekarang ia sedang ditanya (oleh
malaikat)."(Shahihul Isnad: Ahkamul Janaiz hal. 156 ‘Aunul Ma'bud IX
: 41 no: 3205).
Diperbolehkan duduk saat
pemakaman dengan maksud mengingatkan hadirin akan kematian dan kehidupan
sesudah mati. Berdasar hadits dari Al-Bara' bin ‘Azib r.a. bercerita: (Pada
suatu hari), kami bersama Nabi saw. mengantarkan jenazah seorang
laki-laki dari kaum Anshar. Ketika kami sampai di makam dan mayat belum dimasukkan
ke liang lahadnya, maka Rasulullah saw. duduk dan kami pun duduk
disekelilingnya (dengan tenang) seolah-olah di atas kepala kami ada burung
(yang bertengger). Di tangan Rasulullah ada sebatang kayu, lalu sambil
menggores tanah lantas beliau mengangkat kepalanya, kemudian bersabda, "Hendaklah
kalian berlindung kepada Allah dari siksa kubur." (Beliau
mengucapkannya) dua atau tiga kali. Lalu Rasulullah berkata, "Sesungguhnya
hamba yang beriman bila meninggal dunia dan sedang menuju akhirat, dan datanglah
kepadanya para malaikat dari langit dengan raut wajah yang putih berseri-seri,
seolah-olah raut wajah mereka bagaikan matahari (yang bersinar terang) dengan
membawa kain kafan dan wangi-wangian dari surga hingga mereka duduk di tempat
yang jauh sejauh mata memandang. Kemudian datanglah Malaikat maut hingga duduk
persis di samping bagian kepalanya, lalu berkata, 'Wahai jiwa yang bersih,
keluarlah engkau menuju ampunan Allah dan ridha-Nya!' Kemudian keluarlah jiwa
tersebut, mengalir seperti mengalirnya tetesan air dari mulut bejana tempat
minum. Kemudian malaikat maut itu memegang ruh yang bersih tersebut. Lalu
ketika dipegang oleh malaikat maut, para malaikat yang lain tidak pernah
membiarkannya berada di tangan malaikat maut walaupun sekejap mata hingga mereka
langsung mengambilnya. Kemudian ruh itu dibungkus dengan kain kafan dan
dilumuri dengan wangi-wangian dari surga itu. Kemudian keluarlah ia darinya
laksana harum semerbaknya minyak kasturi yang menyelimuti seluruh permukaan
bumi. Kemudian mereka membawanya naik ke atas, maka tidaklah mereka melewati
sekelompok malaikat kecuali mereka bertanya, 'Roh yang baik ini, milik siapa?'
Maka dijawab, 'Milik si fulan bin fulan,' dengan menyebutkan namanya yang
sangat baik yang menyadi namanya ketika di dunia hingga mereka sampai di langit
dunia (yang terdekat). Kemudian para malaikat yang membawa ruh itu minta
dibukakan (pintu langit selanjutnya) untuk, lalu dibukakan (pintu) untuk
mereka, sehingga seluruh penjaga dan penghuni langit ikut serta untuk mereka, sehingga
seluruh penjaga dan penghuni langit ikut serta mengantarkannya ke langit yang
dituju hingga tiba di langit ketujuh. Kemudian Allah SWT berfirman,
"Simpanlah catatan amal harian hambaKu ini di "Illiyin"
dan kembalikanlah ia ke dunia, karena sesungguhnya dari tanah dan ke sana pula Aku akan
mengembalikan mereka, dan dari bumi itu Aku akan mengeluarkan mereka sekali
lagi. Lalu Rasulullah saw. melanjutkan sabdanya, "Kemudian
ruhnya dikembalikan ke jasadnya, tak lama kemudian datanglah dua malaikat lantas
mendudukan mayat itu, lantas bertanya kepadanya, "Siapakah Rabbmu?"
Jawabnya, "Rabbku Allah," Keduanya
bertanya ( lagi ) kepadanya, "Apakah agamamu,"
Jawabnya, "Agama saya Islam." Keduanya bertanya (lagi) kepadanya
"Apakah orang ini pernah diutus ke tengah-tengah kalian?" Jawabnya
"Ya, Beliau adalah utusan Allah" Keduanya bertanya (lagi) kepadanya
"Ilmumu dari mana" Dijawab olehnya, "Saya dapat dari membaca
Kitabullah, lalu aku membenarkannya dan beriman kepadanya." Kemudian
berserulah seorang penyeru di langit, "Jawaban hamba-Ku ini tepat, maka
persiapkanlah tempat tidur untuknya di surga, kenakanlah pakaian dari surta
kepadanya, dan bukalah pintu masuk surga untuknya !" Tak lama kemudian
datanglah kepadanya ruhnya dan wangi-wangian dan dilapangkanlah alam kubur
untuknya sejauh mata memandang. Dan, datang (pula) kepadanya seorang laki-laki
yang tampan rupawan, berpakaian bagus, dan harum semerbak, lalu bertutur kepada
hamba yang berjiwa bersih itu,
"Bergembiralah dengan apa-apa yang menyenangkanmu, ini adalah hari yang dijanjikan dahulu kepadamu," Kemudian ia bertanya kepada orang yang berparas tampan itu, "Siapakah engkau sebenarnya? "Wajahmu tampan rupawan datang (kepadaku) membawa segala macam kebaikan." Jawabnya "(Sebenarnya) aku adalah amal shalihmu." Maka ia berkata, "Wahai Rabbku, kiamatkanlah sehingga aku bisa kembali kepada keluargaku dan harta kekayaanku."
"Bergembiralah dengan apa-apa yang menyenangkanmu, ini adalah hari yang dijanjikan dahulu kepadamu," Kemudian ia bertanya kepada orang yang berparas tampan itu, "Siapakah engkau sebenarnya? "Wajahmu tampan rupawan datang (kepadaku) membawa segala macam kebaikan." Jawabnya "(Sebenarnya) aku adalah amal shalihmu." Maka ia berkata, "Wahai Rabbku, kiamatkanlah sehingga aku bisa kembali kepada keluargaku dan harta kekayaanku."
Al-Bara bin ‘Azib r.a.
melanjutkan : Rasulullah saw. melanjutkan keterangannya, "Bahwasanya
seorang yang kafir jika meninggal dunia dan sedang menuju alam akhirat, maka
turunlah kepadanya sekelompok malaikat yang berwajah hitam legam dengan membawa
kain berduri, lalu mereka duduk agak jauh dari mereka sejauh mata memandang.
Tak lama kemudian datanglah malaikat maut hingga duduk persis di samping
kepalanya. Kemudian dia menyatakan kepada sang mayat kafir, "Wahai jiwa
yang busuk, keluarlah untuk (menerima) murka dan amarah Allah!" Maka
berserakanlah ruhnya ke sekujur jasadnya, lalu dicabutlah ruhnya sebagaimana
dia mencabut besi pembakaran sate dari bulu yang basah, lantas ditangkap
olehnya. Manakalah sang malaikat maut itu sudah memegang ruhnya, maka mereka
tidak membiarkannya berada di tangan sekejap pun hingga mereka membungkusnya
dengan kain kafan berduri itu. Kemudian menyebarlah dari kain
berduri tersebut bau bangkai yang amat sangat busuk yang ada di permukaan bumi.
Kemudian para malaikan (yang mendampingi malaikat maut) itu membawa naik ruh
orang kafir itu, maka setiap mereka melalui sejumlah malaikat, para malaikat
yang dilewati itu bertanya. "Roh siapa yang busuk ini?" Jawab mereka,
"Roh si fulan bin fulan", dengan menyebut namanya amat sangat buruk
yang digunakan ketika di dunia, "hingga sampai di langit dunia. Kemudian
mereka minta agar dibukakan pintu langit untuknya, namun pintu tidak dibukakan
baginya." Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat, "Sekali-kali tidak
akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka akan
masuk surga hingga onta masuk lubang jarum." (Al-A'raaf: 40).
Maka kemudian Allah SWT berfirman,
"Wahai para malaikat, simpanlah catatan
alam hariannya di dalam neraka Sijjin kerak bumi yang paling bawah!"
Kemudian dilemparkan ruhnya dengan keras. Kemudian beliau membaca ayat, "Barang
siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh
dari langit, lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ketempat
yang jauh." (QS. Al-Hajj:31).
Kemudian sang ruh
dikembalikan ke jasadnya semula, dan datanglah kepadanya dua orang malaikat,
lalu mendudukannya kemudian bertanya kepadanya, "Siapakah Rabbmu?
Jawabnya, "Hah, hah, aku tidak tahu," keduanya Bertanya (lagi),
"Apa agamamu?" Dijawab, "Hah, hah, aku tidak tahu,"
Keduanya bertanya (lagi) kepadanya, "Apakah orang ini pernah diutus
kepadamu ketika di dunia?" Jawabnya, "Hah, hah, saya tidak
tahu." Maka ada suara dari langit mengatakan, "Dia berdusta. Karena
itu gelarlah tempat tidur di nerakanya, dan bukalah untuknya satu pintu ke
jurang neraka." Kemudian panas neraka dan angin panasnya datang kepadanya
sehingga membuat alam kuburnya amat sempit baginya hingga membuat tulang
rusuknya berantakan. Tak lama kemudian datanglah laki-laki yang buruk wajahnya,
yang jelek pakaiannya, dan yang busuk baunya, lalu berkata kepadanya,
"Bergembiralah dengan yang membuat kamu celaka. Ini adalah hari yang
dijanjikan kepadamu." Kemudian mayat kafir itu bertanya kepadanya,
"Siapa kamu (sebenarnya), wajahmu adalah wajah yang datang membawa
kejelekan?" Jawab laki-laki tu, "Saya adalah amalanmu yang
buruk." Kemudian sang mayat kafir itu berkata, "Rabbku, gagalkanlah
hari kiamat itu," Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Rasulullah
saw. bersabda, "Kemudian datanglah kepadanya laki-laki buta, tuli,
dan bisu dengan membawa tongkat besi, yang kalau dipukulkan ke gunung akan
hancur menjadi debu. Maka kemudian ia memukul orang kafir itu dengannya hingga
orang tersebut menjadi debu. Kemudian Allah kembalikannya ke bentuk semula.
Lalu ia memukulnya sekali lagi hingga ia menjerit dengan jeritan yang di dengar
oleh segala sesuatu, kecuali bangsa jin dan manusia." (Shahih:
Ahkamul Janaiz hal. 159, Al-Fathur Rabbani VII:74, ‘Aunul Ma'bud XIII:4727)
Abdul 'Azhim bin
Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah
Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih
Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf
Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 359 -- 372.
FARDHU KIFAYAH TENTANG MAYIT
(MENGURUS MAYIT)
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Nama:HASONANGANHSBNPM: 1003002
Sem/Prodi:
IV/Manajemen
STIE
AL-HIKMAH MEDAN
T
T.P 2012-2013